Ideal
Ideal
(Kebersamaan, aturan dan cinta)
+
Pakis. Entah berapa lama aku tidak mengunjungi tempat ini. Sepertinya Covid19 dan keegoisan telah berhasil menjauhkanku dari kesunyian. Waktu seakan berjalan lambat dan asing, tenggelam dalam kegaduhan yang kuijinkan sendiri. Untuk beberapa lama taman-taman bunga di hati kubiarkan terbengkali dan berantakan. Mati. Air jernih di bendungan diam memantulkan wajah pegunungan yang hijau, seakan memberitahuku untuk sekian kalinya bahwa apapun gambaran yang kita saksikan diluar adalah cerminan wajah kita sendiri. Ketika kita menyaksikan kegaduhan dan ketidakseimbangan dimana-mana sesungguhnya kita sendirilah yang terjebak dalam lautan kemarahan dan kebencian. Bukankah hidup telah bergetar dalam irama keabadiannya jauh lebih lama dari kelahiran kita sendiri. Lalu untuk apa kita tertatih-tatih merekayasa keadaan?. Menolak, berusaha mati-matian lari dari kenyataan?. Realitas. Terjebak oleh belenggu bayangan yang tanpa sadar kita ciptakan sendiri. Agama, Harapan masa depan, bahkan ilusi tentang surga neraka. Lalu kapan kita akan sadar menjejak di bumi dan menjalani hari-hari atas nama saat ini?.
+
"Aku tak tahu" jawabmu ketika sebaris kalimat kulontarkan padamu kenapa kau mencintaiku.
+
Bagiku. Akan tiba saatnya dimana kita merindukan seseorang tanpa sedikitpun jawaban. Itulah cinta. Sebab cinta tak pernah butuh satu hal pun sebagai alasan. Sebab cinta adalah sebab dari segala sebab itu sendiri. Aku dan kau tidak akan pernah masuk akal ketika segala parameter klasik dan omong - kosong konsep kemapanan dan kesempurnaan kita aplikasikan. Kata "Ideal" bahkan hanya akan menjadi sampah yang berserakan di permukaan. Kau 22 tahun sementara aku pria usang yang terjebak dalam dunia mimpiku sendiri. Aku bahkan tidak melihat satu pun peluang bagi kita untuk bertahan dari amukan badai dan gelombang kehidupan kecuali Cinta. Ya, cinta.
+
"Kau menyerah?" lanjutku
+
"No. Apa kita akan berlindung di balik jubah dan belenggu emas bernama legalsasi pernikahan hanya untuk bisa hidup bersama?. Kita tidak memerlukan persetujuan orang-orang, aturan, adat-istiadat dan bahkan agama hanya untuk bisa menikmati senja bersama. Ketahuilah, aku hanya akan menyerah ketika kau telah bertekuk lutut pada ketakutanmu sendiri. Sebab meski kutahu bahwa sendiri itu sepi tapi kebersamaan tanpa hati adalah menyiksa diri." jawabmu
+
"Dasar liberal dini" umpatku.
+
Dan langit pun mulai gelap. Senja perlahan semakin hilang di balik mendung. Sementara gerimis satu-satu mulai berjatuhan mencipta ribuan riak di air bendungan. Hati. Kusadari seberapapun kuat kita menggenggam seseorang yang ingin pergi pada saatnya hanya akan saling melukai. Lepaskan.
+
Bendungan Pakis, February, 24 2021
+
RiaCaya
Bersama menuju keabadian