Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2020

Aku

Gambar
Aku (senja, cinta dan ketiadaan) + "Aku dipeluknya" Whatsapp-mu. + Andai saat ini aku menatap bola mata-mu mungkin akan kudapati cahaya itu. Binar yang selalu membuatmu tampak berbunga di sela keramaian kota yang semrawut. Kau wanita separo baya yang mampu mengingatkanku pada senja. Senja yang pernah mengajariku hal-hal konyol dan tak masuk akal. Rindu. Senja yang memberitahuku bahwa aku adalah pria naif yang tidak tahu bahwa wanita adalah kebohongan dengan seribu wajah. Bedak, lipstik dan seabrek asesoris kepalsuan yang tak kutahu namanya. Senja yang karenanya kata-kata asing darling, miss you, love you, say, kagen tiba-tiba menjadi deretan buku dan kamus dalam kepalaku. senja yang semakin tua dan akhirnya terlambat kusadari kepergiannya. Menghilang. + "Temui. Katakan padanya bahwa kau merindukan atau bahkan mencintainya. Lupakan bayang-bayang ketakutan yang mengerikan sebab cinta tak pernah menyakiti siapapun. Jika dia benar-benar mencintaimu, dia akan tahu bagaimana m

Once again

Gambar
Once again. (ekspektasi, realitas dan rindu) + Langit temaram, mendung sisa hujan semalam menggantung diatas bukit. Burung-burung kembali ke sarang menyanyikan lagu-lagu kebisuan. Suara jangkrik musim penghujan satu-satu mulai terdengar menembus kesunyian. Seperti perpisahan matahari perlahan beranjak pergi dan senja pun menghilang. Magrib. Aku masih bersama deretan huruf-huruf di keyboard Acer jadulku ketika alunan "Once Again" - Mad clown tiba-tiba menghentikan jemariku. Diam. Sekali lagi kucoba memunguti huruf dan aksara yang berserakan di kepalaku, pikiranku. Tapi sepertinya kali ini aku harus menyerah, gagal. Kata dan kalimat yang kuucap dan kutulis tiba-tiba terasa mati diujung lidahku sendiri. Tak bermakna. + "Aku kangen" SMS mu tiba-tiba. + "Dasar wanita bodoh. Bagaimana kau bisa merindukan pria egois dan tak pandai mesum sepertiku. Bukankah sudah kukatakan apa yang kau rindukan adalah bayanganmu sendiri. Pikiran. Ekspekasi yang gagal terpenuhi dalam ep

Penghujan

Gambar
Penghujan (antara rindu, senja dan hujan) + Syahdu. Seperti rindu yang menemukan muara pagi ini terlihat berbeda. Tanah basah dan tiba-tiba semua seakan terlahir kembali dari kegelapan dan kematian. Penuh asa. Kabut tipis memanjatkan doa-doa pada udara yang dingin. Rayab-rayab bersayap (laron) berterbangan menari diatas rumput-rumput yang menghijau. Burung-burung bernyanyi menabur harapan diantara dahan-dahan pohon jati. Deretan Embun tersenyum membiaskan mimpi-mimpi yang telah lama mati. Dibalik kabut matahari bersembunyi seakan membiarkan penghuni bumi diam menjajaki kedalamannya sendiri. Penghujan.  + "Hujan" SMS ku, + Kau terdiam. Alunan "Estrella" kitaro Menyusup pada celah-celah kaca jendela. Asap yang mengepul dari batang cigarrete membawaku menyusuri jejak-jejak keangkuhan masa lalu dan mengembara di lembah-lembah sunyi ingatan. Biru. Kau adalah lembayung yang ribuan waktu pernah menemani nafas dan khayalku. Di bawah hujan kita berlari memunguti rindu. Pada

Tuhan

Gambar
Tuhan (kesunyian, kesadaran dan usia) + Aku berselancar diantara nada-nada "Mirage", "Implora" - Kitaro. Udara dingin satu-satu mulai menembus kulitku yang mulai keriput ditikam usia. Lampu-lampu di kejauhan terlihat menyerupai kesunyian yang panjang. Hening. Bukit ini tidak terlalu tinggi dari permukaan laut tapi cukup untuk melihat kota yang perlahan mulai mati. Tidur. Langit mendung sementara hujan pun membatalkan dirinya mengencaniku. Kusendiri. + "Aku jauh lebih tua darimu" Whatsappmu. + "Kau pikir malam dan hujan bahkan bintang-bintang dilangit yang gelap jauh lebih tua dariku, darimu?. Tidak. Kedewasaan tak pernah ditentukan oleh tubuh-tubuh yang mulai renta tapi kesadaran. Ketahuilah sesungguhnya jauh di dasar kedalaman hati, kita tidak pernah lebih muda dari gunung dan batu-batu. Bahkan ada masanya dimana kau adalah aku" jawabku. + "Kita adalah matahari, bulan, gugusan bintang dan galaksi. Bahkan kita adalah semesta. Kesunyian yang

Kenangan

Gambar
Kenangan (Peradaban,agama dan tuhan) + Seperti rasa yang tiba-tiba merasukiku, gerbang TOL ini sepi. Deretan bangunan dan menara-menara kota terlihat membeku dibawah mendung. Gerimis. Dinding-dinding pembatas jalan membisu sejauh mata memandang. Jauh dipinggir kota kulihat beberapa bukit rata oleh alat-alat berat. Pohon-pohon tumbang, semak-belukar dan rumput-rumput menguning. Atas nama kemajuan akhirnya ke-natural-an bumi satu persatu mulai menyerah pada keegoisan manusia. Mati. Air jatuh berderai pada kaca jendela dan mencipta kabut diantara alunan "Viva Forever" - Spice girl, "Knife" - Rockwell,  Kusadari modernisasi bukan saja melahirkan ribuan problem yang kompleks tapi juga ter-asing-an. Sunyi. + "Hati-hati, jangan belok-belok" Whatsappmu. + Kau wanita separuh baya dengan binar mata hitam yang tajam menghujam. Wajah selalu berseri dan senyum yang terlihat lahir dari spontanitas. Apa adanya.  Aku bahkan pernah berpikir mungkinkah jika saatnya tiba kau

Lembayung

Gambar
Lembayung (Rindu) + "Foto saja senja itu!" katamu. + Kau wanita setengah baya yang energik, lincah dan supel. Bagimu mungkin waktu tampak seperti kenangan, indah. Aku bahkan menangkap sisa-sisa kecantikan terselubung dibalik wajahmu yang oval. Rambut kau sanggul naik dan memperlihatkan jenjang leher putih yang tiba-tiba terlihat seperti mimpi. Tanpa sengaja. Bagiku kata cinta terlalu sulit diucapkan, tapi jika kita hidup dalam satu masa mungkin kata itu meluncur deras kepadamu. Atau setidak-tidaknya melahirkan badai di kedalamanmu. Hanya saja, sampai detik ini aku tidak yakin bahwa waktu bergerak maju. Terlalu sering kutemukan tubuh-tubuh menua di tikam usia, namun kita tetap saja membicarakan masa lalu. Dan waktu pun tiba-tiba berhenti justru ketika segalanya telah berubah.  + "Sepertinya kali ini aku terlambat, senja telah pergi" jawabku. + Sedetik kemudian senja pun memalingkanku. Sinarnya redup diantara daun - daun Jati yang meranggas dan tiba-tiba membuat sedik

Moral

Gambar
Moral (politik, agama dan gerimis) + "Benarkah agama adalah sumber moral?" tanyamu semalam dalam kantuk. Dalam gerimis. + Tanpa sengaja kita pun bertemu. Kau perempuan 21 tahun yang mencoba menghadang tirani keegoisan kolektif. Tradisi. Bagimu lahir sebagai perempuan seperti sebuah kesalahan, kecelakaan. Dan kau pun mulai bertarung mematahkan dogma yang membelenggu sayap-sayapmu. Pikiranmu. Sementara aku pria tua yang tersesat di masa lalu sembari sesekali memunguti jejak-jejak senja. Jjingga. + "Tidak. Banyak orang beragama justru akhirnya kehilangan moral. Hipokrit. Ketahuilah, aturan, hukum, negara bahkan agama lahir dari politik, Kontrak dan kesepakatan sosial. Lalu bagaimana mungkin akan melahirkan ketulusan?. Tanpa pamrih?" jawabku. + "Kita tidak butuh agama untuk bermoral. Bahkan moral tidak akan pernah bisa dibangun diatas agama sebab ia lahir dari kedalaman jiwa" lanjutku. + Aku berdiri menyingkap tirai jendela dan menjumpai matahari tersenyum mal

Luka

Gambar
Luka (manusia, kelahiran dan cinta) + "Om, aku tidak tahu lagi apa yang mesti kulakukan" Whatsappmu masih kuingat. + Belakangan kudengar nada-nada yang kau nyanyikan hambar penuh keputus-asaan. Sumbang. Amarah tanpa sadar kau pendam dalam diam. Sementara seperti ketidakpastian senyum diatas lipstik itu kutangkap begitu kecut. Rambut golden brow terurai panjang laksana musim yang terombang-ambing oleh keegoisan jaman. Hilang arah. Kau mencoba menaklukkan dirimu sendiri dari keterasingan. Kebekuan. + "Waktu tak bisa menyembuhkan beberapa luka. Sejarah. Tapi cinta selalu mampu menyeberangi lautan perbedaan-perbedaan, melintasi jauhnya jarak dan lamanya durasi waktu. Cinta adalah Satu-satunya hal yang mampu mengobati sedalam apapun kegetiran. Menjadi muara rindu tanpa sedikit pun metode dan cara" jawabku + "Jatuh cinta-lah, kunyah rasa sakit dan derita dalam prosesnya. Hingga kau pun akan mengerti bahwa karena rasa sakit, suka duka, derita bahagia, kemarahan dan de

Keikhlasan

Gambar
Keiklhasan (Religius, ketakutan dan kemerdekaan) + Angin berhembus cukup kencang menerpa wajahku. Lampu-lampu kota terlihat seperti harapan yang tersisa diantara puing-puing keputusasaan. Cahaya. Seperti lukisan abstrak ketidakpastian langit cerah bertabur acak bintang-bintang. Beberapa pasang muda-mudi menghabiskan malam penuh canda-tawa sebelum malam pun sepi. Dari puncak bukit ini untuk kesekian kalinya kusadari bahwa betapapun seringnya kita bicara tentang keiklhasan tidak berarti kita telah mengenali lembah-lembah kematian. Sebab keikhlasan sesungguhnya tanpa suara. Hening. Menjalani keburukan seperti mensyukuri indahnya kebaikan. Tersenyum pada kedatangan dan kepergian, bencana dan keberuntungan. Tak ada lagi dualitas, tak ada lagi batas. Unlimited. Malam perlahan merangkak menuju puncak mimpi. Semangkok mie instan rebus, secangkir kopi, sebantang ciggaret dan asap yang meng-angkasa diam-diam menjadi bait-bait cerita kehidupan. Kenangan. Sementara lagu-lagu usang "Mata hati&

ANDROID

Install RiaCaya pada Android
Download

BUKU


Untuk pemesanan di sini


Untuk pemesanan di sini

RCPLAYER

Simple Musik Radio TV...
RCsetup (windows)
RCplayer (Android)

DONASI



BRI
No. rek: 6906-01-002323-53-9
a/n: Pujiyanti

TRANSLATE